Sekarang Giliran Waktu SD Saya Mendengar Mereka…

Sebenarnyanya postingan ini sudah lama terposting di Multiply saya, tetapi berhubung sedang malas ber Multiply-ria, karena saking berantakannya, jadi perlahan-lahan pindahan ke sini…

Ternyata asyik juga yah mengingat-ingat lagu-lagu yang mengingatkan suatu era dalam hidup, dan yang lebih asyiknya, melihat teman-teman saya mengingat-ingat lagu apa yang mereka dengar (ingat) waktu SMP…senangnya

Walaupun sebenarnya banyak sekali lagu-lagu yang mengingatkan saya akan masa ABG SMP dahulu, tapi ternyata cukup capai yah nulis sebanyak itu, sepuluh aja susah, dan lagi saya tidak merasa bisa bercerita (menulis) dengan baik dan benar. Tapi…yah sudah lah, “sharing” bodoh seperti ini menyenangkan juga ternyata dan ini membuat saya berpikir lagi…ayo buat lagi daftar lagu era berikutnya, SD? SMA? Apa TK dulu…?

SD dulu saja kali yah? Dan terpaksa menyortir lagi, hanya sepuluh lagu saja, biar tidak terlalu panjang. Hahahaha walaupun susah sekali, karena sebenarnya saya mulai “melek” lagu (musik) ketika saya SD…sekali lagi, tanpa urutan apapun…

1. Master And Servant: Depeche Mode, album Some Great Reward
Sebenarnya Just Can’t Get Enough di masa SD saya, rasanya jauh lebih terkenal daripada lagu Master And Servant, karena jauh lebih catchy, dibandingkan dengan lagu ini. Lalu mengapa saya memilih lagu ini, karena inilah video klip pertama Depeche Mode yang saya lihat, di tengah tahun delapan puluhan.

Lagunya pun cukup aneh didengar telinga saya waktu itu, belum lagi drum machine yang menghentak kencang di awal-awal lagi, setelah acapella di awal lagu. Plus video klipnya, yang seperti layaknya video klip masa tersebut, New Wave tepatnya, ajaib, Martin Gore (atau Dave Gahan?) berguling ria di lantai, dililit kabel, dengan rambutnya berdiri, seperti ayam (karena dibleach putih), bergincu, dan dibalut baju kulit ketat hitam…wah sangat mencuri perhatian saya, diantara belantara video klip lainnya di dalam video beta kompilasi Top Pop, yang suka saya sewa dirental langanan saya itu. Bagaimana bisa saya tidak menggilai mereka dengan lagu dan klip ajaib seperti ini?

Some Great Reward sendiri buat saya pribadi, album yang dashyat, tentunya setelah saya mendengarkannya di tahun-tahun kemudian. Di awali oleh Something To Do, People Are People (yang sangat kekiri-kirian nuansanya), Somebody yang menyayat hati…dan Blasphemous Rumours, yang merupakan salah satu lagu andalan saya di playlist Depeche Mode saya, di ipod.

Dan Depeche Mode akhirnya menjadi satu diantara lima band/pemusik favorit saya hingga kini.

2. Love Kills: Freddie Mercury, soundtracknya Metropolis

Ahhh ini dia lagu yang membuat saya menjadi gila akan film Metropolisnya Fritz Lang. Lagi-lagi diperkenalkan oleh video Top Pop pinjaman dari rental video beta (bagaimana lagi, satu-satunya sarana pada era tersebut untuk menonton klip-klip dari luar sana, hanya lah ini).

Synthesizer di awal lagunya, irama lagunya yang merambat naik kemudian turun lagi. Plus vokal Freddie Mercury, yang tidak perlu di bahas lagi, drum machine, ya lagi-lagi drum machine yang kadang-kadang menghentak diantara falsetto-nya oom Freddie. Dan lebih menyenangkannya lagi, yaitu…klipnya mengambil potongan-potongan adegan dari film klasiknya Fritz Lang ini.

Sedikit cerita tentang mengapa saya jatuh cinta dengan Metropolis, Metropolis ini film produksi tahun 1927, garapan Fritz Lang, sutradara ternama dari Jerman. Metropolis sendiri adalah film B/W, bisu pula, tetapi sangat futuristik, memukau saya, sampai-sampai ketika pertama kali saya menontonya bareng Lala, saya sampai merinding dan ber standing ovation segala, ketika diputar pada acara Technogerma dulu. Mengapa jadi norak begini? Karena yah itu, dari menonton video klipnya Freddie Mercury ini (plus Radio Ga Ga yang juga mengambil ide dari film ini), saya berburu…mencari tahu, potongan dari film apa ini…sampai akhirnya tahu dari majalah dan buku-buku di perpustakan di IPC dan British Council…

Sebagai penghargaan saya atas lagu ini, dan film dashyat itu, Love Kills saya masukan kedalam list lagu yang saya (mainkan) putarkan di Manna Lounge, waktu ditodong ber Case Logic ria beberapa tahun yang lampau.

3. Always On My Mind: Pet Shop Boys, EP

Mengapa Always On My Mind?, kenapa juga tidak lagu mereka lainnya, seperti Suburbia, It’s A Sin, dan bukan lagu-lagu mereka lainnya? Kembali lagi ke Top Pop video beta yang saya pinjam dari rental. Selain lagunya sendiri yang kental sekali warna New Wave yang cenderung kearah musik dance, video klipnya juga cukup aneh buat saya yang masih SD. Neil Tennant dan Chris Lowe menyetir mobil, dengan penumpang tambahan seorang kakek-kakek di bangku belakang.

Dan buat saya mereka hebat, bisa mengubah lagu ini, yang sebenarnya lagu kelas oma-oma (yah benar oma-oma!, karena nenek saya suka Elvis, dan lagu ini sebenarnya dinyanyikan Elvis awalnya) menjadi lagu yang catchy, New Wave banget dan tentunya disko (dance) begini. Dan semakin mantap saya menggilai Pet Shop Boys sampai hari ini!.

4. The Chauffeur: Duran Duran, album Rio

Pertama kali mendengar lagu ini, bagian dari lagu ini tepatnya, membuat saya bertanya-tanya, lagu Duran Duran yang mana ini? Karena seperti layaknya ABG tahun delapan puluhan, pastinya mengenal dan suka dengan band yang bernama Duran Duran ini. The Chauffeur sendiri saya dengar ketika saya menonton video betanya Duran Duran yang berjudul Arena. Dan lebih hebatnya lagi, The Chauffeur ini cumin jadi ilustrasi musik di footage ketika mobil limousine yang mengantar Duran Duran keluar dari arena menuju lapangan terbang, hangar jet pribadi mereka. Tapi not-not pembuka lagu ini menghantui otak saya.

Repotnya lagi, video klipnya pun baru saya lihat dua tahun belakangan ini…dan zaman itu, tahun delapan puluhan susah sekali melihat klip-klip band-band di luar sana…dan repotnya, kaset-kaset yang beredar di masa ini, kaset yang tentunya bajakan, karena belum adanya regulasi anti pembajakan pada masa itu, adalah kaset-kaset yang berdasarkan kompilasi lagu-lagu karya band tersebut. Jadi misalnya kita mencari kaset yang berisi hanya satu album saja, Rio misalnya, lebih sedikit dibandingkan dengan kalau kita mau membeli kaset yang berjudul, the best of…dan seperti layaknya orang kebanyakan di sini, mengapa harus beli yang satu album, yang isinya tidak semua lagu yang “bagus”, kalau ada yang the best of-nya.

Dan repotnya, The Chauffeur, bukanlah sebuah lagu yang “bagus” (terkenal) untuk ukuran sini. Damn!

Irama dan tempo dari lagu The Chauffeur sendiri sangat mengelitik (kalau tidak bisa dibilang menampar) saya, belum lagi vokal di bagian “…Sing Blue Silver” yang di video Arena rada-rada haunting rasanya. Damn! Walaupun cara menyanyi Simon LeBon yang kenes, tapi tetap saja ter-haunting-haunting saya dibuatnya.

Dan semakin menderitalah meja-meja di kelas saya, saya coret-coretin logo Duran Duran, pakai tip ex hehehehe, sebagai “tanda” nge-fansnya saya kepada mereka. Dan berbahagialah abang-abang penjual poster di Blok M, karena posternya saya beliin terus, hehehe

5. Video Killed The Radio Star: The Buggles, album The Age Of Plastic

Sampai sekarang saya lebih suka lagu ini yang versi mereka, bukan yang versi terakhir, versinya President Of The United States of America, soundtrack dari Wedding Singer. Kenapa? Yah karena saya kenalnya versi The Buggles ini duluan, dibandingan versi PUSA. Dan versi mereka, somehow lebih catchy, tidak berisik dan di bagian chorus-nya pun versi mereka lebih lepas, nggak ngedrop seperti versi PUSA.

Dan yang membuat saya suka lagu ini judulnya yang ajaib tapi benar, sangat menggambarkan ketakutan atas hadirnya teknologi visual (video) dikalanagan pecinta musik. Dan tema ini sebenarnya mirip-mirip Radio Ga Ga-nya Queen, yang lebih kearah menenangkan si radio star itu hehehehe. Dan backing vokalnya pun sangat delapan puluhan…hahahaha

Oh ya dan mereka sangat beruntung karena video klip lagu mereka adalah video klip pertama yang ditayangkan oleh MTV ketika mereka baru pertama kali mengudara, walaupun mungkin ini hanya satu-satunya lagu mereka yang terkenal. Dan semakin menjadi terkenal dan melegenda berkat MTV.

6. The War Song: Culture Club, album Waking Up The House On Fire

Cross Dresser, bukanlah sesuatu yang lumrah dan bisa diterima banyak orang di sini, di Indonesia, apalagi androgyny seperti Boy George, saya tidak bisa mencap dia sebagai gay/biseksual, androgyny lebih tepat rasanya, karena jelas-jelas dia lebih perempuan daripada orang-orang berdandan manis di era ini, tapi tetap memakai nama “Boy” didepan namanya. Tapi gara-gara inilah saya jadi suka dengan dia dan bandnya, Culture Club. Dan tentunya musik mereka yang New Wave tapi terdengar kadang ala Karibia (timpani yang suka mereka pakai di lagu mereka). Coba dengar di lagu I’ll Tumble 4 You, di awal lagu The War Song ini, dan lain lain. Dan suara Bass yang rada dominan, layaknya Duran Duran.

Pertanyaannya, kenapa malah lagu ini, bukan lagu lain mereka yang jelas-jelas lebih terkenal? Karena The War Song ini lagu protes, dan saya dari kecil suka memprotes keadaan dunia, ya benar itu, saya rada tukang protes kalau ada negara yang perang dan jika ada teroris yang seenaknya mengebom (waktu Borobudur misalnya), dan membuat saya pingin jadi presiden (cita-cita kecil saya), dan mengantar saya memilih FISIP Politik UI, sebagai pilihan utama saya dulu waktu UMPTN, dan di terima pula (tapi akhirnya saya memilih ITB ketimbang UI, maafkan saya). Balik lagi dari kemelanturan saya, The War Song ini dibuka dengan lirik “War war stupid…and people are stupid!” Saya memang aneh waktu kecil…ternyata

7. In The Air Tonight: Phil Collins, album Face Value

Kalau ini ceritanya lain lagi. Genesis lebih dulu saya dengar ketimbang, solonya Phil Collins, walaupun Genesis era Phil Collins sangat ke Phil Collins-Phil Collins-an, jadi tidak terlalu susah menyimak solonya. Dan solonya cenderung menye-menye isinya, walaupun saya suka-suka saja mendengarnya.

In The Air Tonight, sendiri mungkin saya suka karena beat di awal lagunya, dan lagi-lagi efek pada vokal Phil yang membuat suaranya terdengar, lagi-lagi, haunting. Dan ternyata kalau dipikir-pikir ternyata saya suka musik model beginian hehehehe. Dan temponya pun yang lamat-lamat, cenderung flat malah, yang menjadi dasar kecintaan saya terhadap musik-musik flat-pesimistis di kemudian hari, terutama ketika saya SMA.

Dan ternyata saya menjadi semakin suka karena ternyata lagu ini sempat menjadi ilustrasi musik disalah satu episode Miami Vice, yang meyakinkan saya kalau lagu ini memang “berkelas”. Kalau Crockett dan Tubbs memakai lagu ini, di film seri mereka, kurang pengakuan apalagi lagu ini?. Dan melayanglah kaset Phil Collins tante saya, ketangan saya hehehehe.

8. Jump In The Line: Harry Belafonte, album Jump Up Calypso

Bukan Banana Boat Song (a.k.a Day-O) yang saya suka dari Harry Belafonte ketika saya SD, walaupun keduanya saya dengar dalam film Beetlejuice, dan dalam skala “keterkesanan” dalam scene film ini, pastinya Day-O lebih megesankan, seharusnya. Tapi saya terpicut akan karakter yang diperankan oleh Winona Ryder, dimana tokoh yang ia perankan, anakABG tanggung yang sangat bermuram durja, memandang gelap atas hidupnya, mirip dengan Wednesday Adams, di The Adam Family. Dan Ryder pun memang dasarnya cantik, walaupun dia terlihat pucat, seperti orang yang kekurangan darah.

Jump In The Line sendiri dapat membuat saya merasa seperti di dalam club-club di Miami, Florida. Terlebih kalau mendengar brass sectionnya, yang blaaaar meledak di awal lagu. Dan seru sekali rasanya setiap saya mendengar lagu-lagu ceria, diantara hobi saya mendengarkan lagu-lagu yang murung dikemudian hari. Dan gara-gara Beetlejuice pula saya mengenal dan menyukai Harry Belafonte.

9. Blue Jean: David Bowie, album Tonight

Bayangkan…, seorang pria dengan baju compang camping, dengan berpupur tebal di wajahnya, menyerupai Baron Samadhi, berjalan, merayap lebih tepatnya menyusuri catwalk, dengan untaian kain yang melilit kepala dan badannya. Dan di tambah close up muka sang penyanyi, yang bergoyang ke kiri dank e kanan, tapi dengan badan yang diam/statis bak penyanyi India.

Hail David Bowie!

Album Tonight, yang tidak berhasil menyamai kwalitas dari album sebelumnya, Let’s Dance, mungkin hanya tertolong dengan adanya lagu Blue Jean ini. Tapi secara kwalitas lagu, Blue Jeanpun tidak sebaik lagu-lagu Bowie yang lawas. Tapi lagu ini sangat penting buat saya, karena saya pertama kali mengenal Bowie lewat lagu ini, yang tertolong dengan aksi Bowie yang nyeleneh di video klipnya. Lagu ini, seperti juga lagu-lagu barat lainnya, saya kenal dari video Top Pop yang saya rental, waktu saya SD.

10. Do They Know It’s Christmas?: Band Aid, EP Do They Know It’s Christmas?

Lagu terakhir yang saya masukan kedalam list SD saya kali ini, bukan The Beatles, yang jelas-jelas saya gilai semenjak saya SD, ataupun Eurythmics yang membuat saya ternganga-nganga melihat Annie Lennox, ataupun Wham!, Spandau Ballet, The Rolling Stones, dan lainnya.

Tapi lagu inilah yang layak saya masukan dalam slot terakhir, dari list saya yang rada keterlaluan panjangnya ini. Mengapa saya memasukan Do They Know It’s Christmas? Bukannya We Are The World, yang jauh lebih terkenal sebagai “lagu-nya” Live Aid, walaupun lagu Do They Know It’s Christmas? yang sebenarnya menjadi awal dari Band Aid.

Ada dua alasan, satu: Do They Know It’s Christmas? Lebih personal, karena ditengah-tengah lagu terdapat rekaman pesan-pesan dari pemusik-pemusik yang tergabung dalam Band Aid, seperti lazimnya rekaman pesan natal, di industri rekaman Amerika. Dua: band-band Inggris, saya memang lebih ke kutub Inggris dalam selera musik, kutub Amerika, kecuali Motown Sounds tentunya.

Dan sekali lagi, ayo lagu apa yang kamu dengerin/kamu ingat waktu kamu SD?


About this entry